Rabu, 26 Maret 2008

Akar Penggusuran

Isu penggusuran selalu saja hangat dibicarakan: kian banyak jaringan bergerak di seputar isu ini kian banyak peraturan yang mengatur soal penggusuran, diskusi bertaraf international semakin sering digelar, dan kampanye-kampanye tingkat dunia kian sering terlontar untuk menentang penggusuran. Belum pernah ada kesadaran tentang isu penggusuran sebesar sekarang.


Toh demikian, penggusuran terus meningkat di Asia yang kemudian menyebabkan hilangnya tempat tinggal, kemiskinan dan penderitaan yang pedihnya jauh melampaui pendudukan oleh Jengis Khan, kaisar China. Penggusuran terhadap pemukiman informal (=pemukiman yang dibangun sendiri oleh rakyat) telah menjadi salah satu penyebab utama kemiskinan di perkotaan dan menjadi masalah terpenting di milenium ini. Di Asia sepanjang tahun 2001 dan 2002, 1,8 juta manusia kehilangan tempat tinggal akibat penggusuran, dan sebanyak 3,9 juta nyawa terancam menjadi korban berikutnya.

Apa sih yang menjadi penyebab utama penggusuran besar-besaran ini?

1. Meningkatnya urbanisasi: Dulu, pemukiman informal diperbolehkan hadir di kota-kota berdasarkan kesepakatan saling membutuhkan. Namun, ketika laju urbanisasi kian cepat dan semakin banyak orang dan investasi mengalir ke kota-kota, pemukiman informal tidak lagi dapat diterima karena dunia formal semakin menguasai ruang yang mereka duduki untuk pembangunan. Penguasaan lahan untuk pembangunan ini kian menjadi-jadi, hingga penggusuran terjadi sedikit demi sedikit. Penggusuran mencapai puncaknya ketika muncul globalisasi, spekulasi dan adanya modal keuangan internasional yang tidak terbatas, dan akibatnya, pertentangan antara sektor formal dan informal kian meruncing.

2. Mega Proyek (Pembangunan) infrastuktur yang dibiayai oleh lembaga-lembaga donor pembangunan internasional atau kerjasama antara pengusaha lokal dan perusahaan internasional menyebabkan maraknya penggusuran di Asia. Proyek-proyek itu terus berjalan, meski sebagian besar proyek ini tidak digagas secara matang, digelembungkan nilai kontraknya (mark up), dan tidak terlalu berguna untuk masyarakat, kelompok masyarakat (LSM) dan warga negara yang akan menanggung biayanya.

3. Politisasi Tanah: kongkalingkong antara kontraktor/pengembang, birokrat, dan politisi tengah berusaha menyingkirkan orang-orang miskin dari lokasi yang bernilai tinggi, acapkali disertai dengan pelanggaran prosedur dan hukum. Di tempat itu biasanya akan dibangun perumahan mewah atau lahan komersial lainnya. Kongkalingkong ini juga sering memanipulasi berbagai rancangan proyek pembangunan yang akan menyebabkan penggusuran, sehingga memudahkan penggunaan lahan sesuai tujuan mereka. Pihak pengembang mendanai partai politik dan kandidat-kandidatnya untuk pemilu tingkat nasional, provinsi dan kabupaten, dan dengan demikian memberi ruang pada mereka untuk mempengaruhi lorong-lorong kekuasaan. Para politisi memanipulasi sejarah tanah, menguasai tanah yang menjadi sengketa, mempengaruhi dan mengotak-atik perencanaan kota yang dirasa bertentangan dengan kepentingan mereka.

4. Tidak adanya hukum yang melindungi masyarakat dan menjamin hak bertempat tinggal atau kurangnya aturan tentang prosedur penerapan hukum itu di sebagian besar negara Asia. Meski hukum yang baik itu ada, pelanggaran terhadap hukum itu tetap ditolerir karena senjangnya hubungan kekuasaan yang dibangun oleh komunitas miskin dengan lobi-lobi politik yang dibangun oleh tiga sekawan: pengembang-birokrat-politikus.

SUmber: http://www.urbanpoor.or.id/id/penggusuran/akar-akar-penggusuran-mengapa-penggusuran-terus-terjadi-di-berbagai-kota-di-5.html